Biografi Sigmund Freud
Sigmund Freud adalah
seorang psikolog yang berasal dari kota Wina,
Austria. Freud dilahirkan
dari kandungan seorang ibu yang bernama
Amalia yaitu seorang
yang cantik, tegas, masih muda, dau puluh tahun
lebih muda dari suaminya
dan merupakan istri ketiga dari ayahnya Jacob
Freud. Freud lahir
tepatnya pada tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah
kota kecil yang
didominasi penduduk asli Muravia, yang sekarang ini
lebih dikenal dengan
sebutan Pribar, Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal
di London pada tanggal
23 September 1939. Selama hampir 80 tahun
Freud tinggal di Wina
dan baru meninggalkan kota ketiaka Nazi
menaklukkan Austria.
Pada tahun 1860, ketika
Freud hampir berusia 4 tahun, kelaurganya
pindah ke Wina (Wina,
ibukota Austria) yang kemudian menjadi semacam
magnet bagi kaum
imigran. Saat itu adalah masa-masa awal dimulainya
era liberal pada kekaisaran
Hapsburg. Kaum Yahudi baru saja terbebas
dari pajak-pajak yang
memberatkan serta berbagai pembatasan menghina
seperti tentang hak-hak
kepemilikan mereka, pilihan-pilihan karer,
praktek-praktek
keagamaan yang dianut. Kemerdekaan ini kemudian
membawa harapan-harapan
realistis pada bidang perkembangan taraf
ekonomi, partisipasi
politik serta menjadi ukuran baru bagi standar
penerimaan sosial. Saat
itu adalah masa dimana (seingat Freud) “Para
murid berdarah Yahudi
yang taat, selalu membawa album foto tokohtokoh
Yahudi yang menjadi
Menteri kabinet, dalam tas mereka.” Freud
muda terlatih untuk
selalu memiliki ambisi-ambisi tinggi. Sebagai anak
pertama dan kesayangan
keluarga, dia difasilitasi kamar pribadi oleh orang
taunya. Dia
memperlihatkan bakat-bakat yang luar biasa semenjak hari
pertama sekolahnya dan
disekolah lanjutan (disebut Gymnasium: sekolah
lanjutan swasta sebelum
masuk perguruan tinggi), dia selalu berada di
peringkat pertama dari
tahun ke tahun.
Sigmund Freud terlahir
dari keluarga berkebangsaan dan beragama
Yahudi. Akan tetapi
sosok Freud bukanlah sebagai seorang yang taat pada
agama, ini terbukti
karena Freud jarang sekali bahkan tidak pernah
menjalankan apa yang
diperintahkan oleh agamanya. Sigmund Freud
meninggalkan segala
keyakinan agamanya dikarenakan ia menganggap
bahwa agama itu hanyalah
merupakan suatu khayalan belaka. Namun
disisi lain Freud
menyadari akan dirinya sebagai seorang yang beragama
Yahudi dimana Freud
selalu menghadiri pertemuan-pertemuan B’nai
B’rith yaitu pertemuan masyarakat Yahudi setempat,
Freud juga menolak
royalti atas
buku-bukunya yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa
Yiddish dan Ibrani.
Bahkan Sigmund Freud beranggapan bahwa
kebebasan intelektualnya
selama ini disebabkan karena keyahudiannya.
Pernyataan ini ditulis
sendiri ketika pertama kali ia mengalami
“antisemifisme”
di Universitas Wina.
Pada tahun 1873, Sigmund
Freud masuk kuliah di Universitas Wina
tepatnya di fakultas
kedokteran. Sebagai seorang mahasiswa yang sedang
melakukan pendidikan
tentang ilmu hayat, Freud selama perempatan akhir
dari abad ke-19,
mengalami banyak kesukaran terutama untuk
menghindarkan diri dari
pengaruh ilmu fisika. Energi dan dinamika yang
mengalir dalam setiap
laboratorium kemudian menyusul kedalam jiwa
setiap sarjana. Meskipun
demikian Freud mendapatkan banyak
keuntungan terutama pada
saat ia melakukan penelitian di dalam bidang
ilmu hayat. Ia berada di
bawah asuhan Ernst Brucke seorang direktur dari
laboratorium physicology
di Universitas Wina dan Ernst Brucke
merupakan psikolog
terbesar dalam abad ke-19 itu.
Setelah lulus pada tahun
1881, Sigmund Freud sebagai peneliti yang
brilian, dia sagat
terlatih untuk melakukan observasi secara mendalam dan
mengkaji kesesuaian
pendirian dalam berbagai keragu-raguan ilmiah. Dia
mendapat kehormatan
untuk bekerja sama dengan professor-preofesor
bereputasi
internasional, yang hampir kesemuanya adalah kaum positivis
dari luar Jerman yang
meremehkan pemikiran-pemikiran metafisik dan
penjelasan-penjelasan
religiuas tentang fenomena alam. Bahkan, setelah
Freud memodifikasi teori
mereka tentang jiwa yang pada intinya hanya
sedikit mengaburkan
teori-teori fisiologi, dia tetap mengingat para guruguru
besar itu dengan rasa
terima kasih yang tidak dibuat-buat. Satu dari
mereka yang paling dia
kenang, Ernst Brunke, seorang fisiolog terkenal
dan pemberi tugas-tugas
sulit, bahkan menegaskan Freud sebagai seorang
pembangkang, kafir.
Sigmund Freud lebih
senang mengisi kehidupannya dengan penelitian,
karena dari penelitian
ia mendapatkan kepuasaan tersebut. Pada tahun
1882, atas saran brucke,
dengan enggan Freud meninggalkan kursi
kerjanya di laboratorium
dan berpindah tugas dirumah sakit umum Wina.
Alasannya cukup
romantis: di bulan April dia berjumpa dengan Martha
Bernays, seorang
perempuan muda yang cantik, lembut dan bertubuh
langsing dari Jerman
bagian utara, ketika dia sedang mengunjungi salah
satu saudarinya.
Kemudian Freud sangat tergila-gila dengan perempuan
ini. Secar diam-diam
mereka bertunangan, namun saat itu dia merasa
masih terlalu miskin
untuk membentuk sebuah keluarga borjuis yang
terhormat (yang mereka
anggap penting). Mendekati September 1886,
sekitar 5 bulan setelah
peresmian praktiknya di Wina, dengan tambahan
dana dari hadiah-hadiah
dan pinjaman dana dari teman-teman yang kaya,
akhirnya mereka dapat
menikah. Dalam sembilan tahun mereka
mempunyai enam
keturunan. Anaknya yang bungsu, Anna, tumbuh
menjadi orang
kepercayaan sekaligus sekretaris, perawat, murid dan wakil
dari ayahnya, kemudian
berkarir sebagai psikoanalis yang ulung di
bidangnya.
Sebelum menikah, antara
Oktober 1885 hingga Februari 1886, Freud
bekerja di Paris bersama
seorang neurolog kenamaan prancis, jean martin
sharcot, yang membuat
Freud terkesan atas pembelaannya yang berani
dalam mempertahankan
pemikirannya tentang hipnotis sebagai salah satu
instrumen bagi
penyembuhan berbagai gangguan medis. Serta tidak
kurang beraninya adalah tesisnya
(walaupun sebenarnya agak kuno),
bahwa tidak lelaki tidak
kalah rentan dibanding kaum perempuan untuk
menderita histeria.
Charcat, sang peneliti tiada tanding ini, boleh dibilang
sebagai pendorong
pertumbuhan minat Freud pada aspek-aspek teoritis
dan terapiutis dari
penyembuhan ganguan mental. Sekitar tahun 1890-an
(sebagaimana diceritakan
kepada seorang temannya), ilmu psikologi telah
menjadi raja dalam
dirinya. Selama tahun-tahun tersebut, ia berupaya
keras membentuk teori
psikoanalisis tentang pikiran.
Freud sebegai tokoh
produktif dan giat bekerja, hal itu terbukti karena
dia meskipun telah
lanjut usia dan sakit-sakitan, dia tetap bekerja sebagai
seorang dokter dan
penulis. Dia meninggal pada 23 September 1939 di
London setelah menelan
beberapa dosis morfin yang mematikan yang
diminta dari dokternya.
Freud tidak percaya pada keabadian manusia,
namun karyanya terus
hidup hingga kini.
Teori
Psikoanalisa Sigmund Freud
Saya tidak tahu
sudah sejauh mana pengetahuan pembaca tentang teori
psikonalisa Sigmund
Freud, baik lewat membaca atau dari mendengarkan
pembicaraan
orang lain. Tetapi sesuai dengan tema sub bab ini saya
menganggap masih
perlu mengungkapnya sebagai panduan untuk
memudahkan
pemahamnan pada bahasan selanjutnya.
Freud sebagai
pemikir besar abad ke-20 yang turut menentukan cara
bagaimana kita
memandang dunia dan diri kita sendiri. Penemuan yang
mengakibatkan
nama Freud menjadi mashur adalah psikoanalisa. Sebagai
pendiri
psikoanalisa, walaupun psikoanalisa ini berasal dari campur tangan
ide-ide Josep
Breuer namun istilah ini diciptakan oleh Freud sendiri dan
muncul untuk
pertama kali pada tahun 1896. Di sini Freud tidak memberikan
suatu batasan
dalam arti yang sebenarnya. Secara agak umum boleh dikatakan
bahwa psikonalisa
merupakan suatu pandangan baru tentang manusia pada
abad 20-an,
dimana ketidaksadaran memainkan peranan sentral. Pandangan ini
mempunyai
relevansi praktis, karena dapat digunakan dalam mengobati
pasien-pasien
yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Teori psikoanalisa
lahir dari
praktek dan tidak dari sebaliknya.
Seperti yang
telah kita ketahui bersama istilah psikoanalisa walaupun
diciptakan Frued
sendiri namun bukanlah murni hasil dari penemuannya
sendiri, akan
tetapi berkat jasa dr. Josep Breuer sewaktu Sigmund Freud masih
menjadi
mahasiswa dan sibuk dengan persiapan ujian (1880 – 1882). Metode
katarsis dr.
Breuer merupakan fase permulaan bagi psikoanalisa. Sigmund
Freud tidak
hanya belajar dan mempraktekkan metode hipnosa (katarsis)
untuk menangani
kasus-kasus hysteria tetapi lebih dari itu ia juga sempat
mengadakan kerjasama
dengan Breuer dalam menangani sejumlah kasus
hysteria. Dari
hasil kerja sama tersebut kemudian dibuat buku “Studien Uber
Hysteria” (1895).
Tidak lama
kemudian setelah buku tersebut diterbitkan, Sigmund
Freud memisahkan
diri serta meninggalkan metode yang dipakai oleh Breuer
karena ia merasa
tidak puas dengan prosedur dan hasil yang dicapainya.
Setelah
meninggalkan metode hipnosa (katarsis), ia mencoba menggunakan
metode sugesti
yang dipelajari dari dr. Bernheim pada tahun 1889. Ternyata
hasilnya masih
belum memuaskan Sigmund Freud sehingga pada akhirnya ia
mengembangkan
metodenya sendiri yaitu asosiasi bebas. Sejak Sigmund
Freud menempuh
jalan sendiri, mengembangakan gagasan serta metode terapi
sendiri sesungguhnya
ia tengah berada dalam usaha membangun landasan
bagi ajaran
psikoanalisanya. Jadi dapat dikatakan bahwa metode asosiasi
bebas itu
merupkan tongkak yang menandai dimulainya psikoanalisa.
Secara skematis
Sigmund Freud mengambarkan jiwa sebagai Gunung
Es dimana bagian
yang muncul di permukaan air merupakan bagian terkecil
yaitu puncak
dari Gunung Es itu yang dalam hal kejiwaan adalah bagian
kesadaran (conciousnes),
agak di bawah permukaan adalah bagian pra
kesadaran (sub
conciousness) dan bagian terbesar terletak di dasar air yang
dalam hal
kejiwaan merupakan alam ketidaksadaran (unconciousness).
Sehingga dapat
dikatakan bahwa kehidupan mausia dikuasai oleh alam
ketidaksadaran
dan berbagai kelainan tingkat laku dapat disebabkan karena
faktor-faktor
yang terpendam dalam alam ketidaksadaran.
Maka dari itu
untuk mempelajari seseorang kita harus menganalisa
jiwa orang
tersebut sampai kita dapat melihat keadaan dalam alam
ketidaksadarannya,
yang selama ini tertutup oleh alam sadar. Sehubungan
dengan
eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan teori-teori yang
dikemukakannya,
maka dalam psikoanalisa dikenal adanya tiga aspek yaitu
psikoanalisa
sebagai teori kepribadian, psikoanalisa sebagai teknik evaluasi
kepribadian dan
psikoanalisa sebagai teknik terapi (penyembuhan).
1. Psikoanalisa
Sebagai Teori Kepribadian
a. Struktur
kepribadian
Menurut Freud
kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek
yaitu: id (aspek
biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek
sosiologis).
Untuk
mempelajari dan memahami sistem kepribadian
manusia, Freud
berusaha mengembangkan model kepribadian yang
saling
berhubungan dan menimbulkan ketegangan antara satu dengan
yang lainnya.
Konflik dasar ketiga sistem kepribadian tersebut dapat
menciptakan
energi psikis individu dan memiliki sistem kerja, sifat
serta fungsi
yang berbeda. Meskipun demikian antara satu dengan
yang lainnya
merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam
mempengaruhi
perilaku manusia.
Id merupakan
lapisan psikis yang paling dasariah, kawasan
eros dan thanos
berkuasa. Dalam id terdapat naluri-naluri bawaan
biologis
(seksual dan agresif, tidak ada pertimbangan akal atau etika
dan yang menjadi
pertimbangan kesenangan) serta keinginankeinginan
yang direpresi.
Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi
yang baru
dilahirkan terdiri dari id saja. Jadi id sebagai bawaan waktu
lahir merupakan
bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih
lanjut.
Sedangkan naluri
id merupakan prinsip kehidupan yang asli
atau pertama,
yang oleh Freud dinamakan prinsip kesenangan, yang
tujuannya adalah
untuk membebaskan seseorang dari ketegangan atau
mengurangi
jumlah ketegangan sehinga menjadi lebih sedikit dan
untuk menekannya
sehingga sedapat mungkin menjadi tetap.
Ketegangan
dirasakan sebagai penderitaan atau kegerahan sedangkan
pertolongan dari
ketegangan dirasakan sebagai kesenangan.
Id tidak
diperintahkan oleh hukum akal atau logika dan tidak
memiliki nilai
etika ataupun akhlak. Id hanya didorong oleh satu
pertimbangan
yaitu mencapai kepuasan bagi keinginan nalurinya,
sesuai dengan
prinsip kesenangan.
Menurut Freud
ada dua cara yang dilakukan oleh id dalam
memenuhi
kebutuhannya untuk meredakan ketegangan yang timbul
yaitu melalui
reflek seperti berkedip dan melalui proses primer seperti
membayangkan
makanan pada saat lapar. Sudah pasti dengan
membayangkan
saja kebutuhan kita tidak akan terpenuhi melainkan
hanya membantu
meredekan ketegangan dalam diri kita. Agar tidak
terjadi konflek
maka dari itu diperlukan sistem lain yang dapat
merealisasikan
imajinasi itu menjadi kenyataan sistem tersebut adalah
ego.
Ego adalah sistem
kepribadian yang didominasi kesadaran
yang terbentuk sebagai
pengaruh individu kepada dunia obyek dari
kenyataan dan
menjalankan fungsinya berdasarkan pada prinsip
kenyataan
berarti apa yang ada. Jadi ego terbentuk pada struktur
kepribadian
individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun
proses yang dimiliki
dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya
menawarkan
dengan kebutuhan atau mengurangi ketegangan.
Ego merupakan
pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol
dan
memerintahkan id dan superego serta memelihara hubungan
dengan dunia
luar untuk kepentingan seluruh kepribadian yang
keperluannya
luas. Jika ego melakukan faal pelaksanaannya dengan
bijaksana akan
terdapat keharmonisan dan keselarasan. Kalau ego
mengarah atau
menyerahkan kekususannya terlalu banyak kepada id,
kepada superego
ataupun kepada dunia luar akan terjadi kejanggalan
dan kesadarannya
pun tidak teratur.
Selain itu ego
juga merupakan hasil dari tindakan saling
mempengaruhi
lingkungan garis perkembangan idividu yang
ditetapkan oleh
keturunan dan dibimbing oleh proses-proses
pertumbuhan yang
wajar. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki
potensi
pembawaan untuk berpikir dan menggunakan akalnya.
Sehingga dapat
dikatakan bahwaa kebanyakaan ego bekerja di bidang
kesadaran,
terkadang juga pada alam ketidaksadaran dan melindungi
individu dari
gangguan kecemasan yang disebabkan oleh tuntutan id
dan superego.
Superego merupakan sistem
kepribadian yang berisi nilai-nilai
moral bersifat
evaluatif (memberikanbatasan baik dan buruk). Menurut
Freud superego
merupakan internalisasi idividu tentang nilai
masyarakat,
karena pada bagian ini terdapat nilai moral yang
memberiakan
batasan baik dan buruk. Dengan kata lain
superego
dianggap pula
sebagai moral kepribadian. Adapun fungsi pokok dari
superego jika dilihat
dari hubungan dengan ketiga aspek kepribadian
adalah
merintangi impuls-impuls ego terutama impuls-impuls seksual
dan agresif yang
pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat dan
mendorong ego
untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada
yang realistis
serta mengejar kesempurnaan yang diserap individu dari
lingkungannya.
Sedangkan dalam superego
yang bersifat ideal, Freud
membaginya
kedalam dua kumpulan yaitu suara hati (cansience) dan
ego ideal. Kata hati
didapat melalui hukuman oleh orang tua,
sedangkan ego
ideal dipelajari melalui penggunaan penghargaan.
Superego dapat obyektif
dan lingkungan proses rohaniah yang
lebih tinggi
maka superego dapat dianggap sebagai hasil sosialisasi
dengan adat
tradisi kebudayaan. Superego dalam peranannya sebagai
penguasa dari
dalam dirinya kemudian mengambil tindakan serangan
terhadap ego.
Setiap kali ego mengandung pikiran untuk memusuhi
atau membrontak
terhadap seorang yang berkuasa di luar. Oleh karena
itu ego merupakan
agen dari penghidupan superego dengan jalan
berusaha untuk
menghancurkan ego mempunyai tujuan yang sama
dengan keinginan
mati yang semula dalam id. Itulah sebabnya maka
superego dikatakan
menjadi agen dari naluri-naluri kematian.
b. Dinamika
kepribadian
Freud sangat
terpengaruh oleh filsafat determinisme dan
positivisme abad
XIX dan menganggap organisme manusia sebagai
suatu kompleks
sistem energi, yang memperoleh energinya dari
makanan serta
mempergunakannya untuk bermacam-macam hal:
sirkulasi,
pernafasan, gerakan otot-otot, mengamati, mengingat,
berpikir dan
sebagainya. Sebagaimana ahli-ahli ilmu alam abad XIX
yang
mendefinisikan energi berdasarkan lapangan kerjanya, maka
Freud menamakan
energi dalam psike ini “energi psikis”. Menurut
hukum
“penyimpangan tenaga” maka energi dapat berpindah dari satu
tempat ketempat
lain, tetapi tidak dapat hilang. Berdasarkan pemikiran
itu Freud
berpendapat, bahwa energi psikis dapat dipindahkan keenergi
pisioligis dan
sebalikya. Jembatan antara energi tubuh dengan
kepribadian
ialah id dengan instink-instingnya.
Salah satu
msalah yang bayak dibicarakan oleh para ahli ialah
jumlah dan
macam-macamnya instink. Untuk menyebutkan beberapa
macam saja
misalnya James mengemukakan 32 macam instink, Mc
Dougall
mengemukakan 14 dan kemudian 18 macam instink,
Thorndike
mengemukakan 40 macam atau lebih, Angel
mengemukakan 16
macam. Freud tidak berusaha memberikan jumlah
serta
macam-macamnya instink itu sebab dia beranggapan bahwa
keadaan tubuh
tempat bergantungnya instink itu tidak cukup dikenal.
Mengenal keadaan
tubuh bukanlah tugas ahli psikologi, melainkan
tugas ahli
fisiologi. Walaupun demikian menerima bahwa bermacammacam
instink itu
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1.
Instink-instink hidup
Instink
kehidupan baik yang berupa kecondongan untuk
mempertahankan
ego, libido narsissistis maupun libido berobyek.
Bertujuan untuk
pengikatan, artinya mengadakan kesatuan yang
semakin erat dan
karena itu semakin mantap untuk mempertahan
hidup.
2.
Instink-instink mati
Instink kematian
bertujuan untuk mengahancurkan dan
menceraikan apa
yang sudah bersatu, karena tujuan terakhir setiap
mahluk hidup
ialah mau tidak mau meninggal dunia. Maka dari itu
dapat dikatakan
bahwa baik instink-instink kehidupan maupun
instink-instink
kematian bersifat konsevatif, dalam arti bahwa
kedua-duanya
berusaha untuk mempertahankan suatu keadaan
yang lebih
dahulu. Instink kehidupan berusaha untuk
mempertahankan
kehidupan yang sudah ada, sedangkan instink
kematian
berusaha untuk mempertahankan keadaan inorganik.
Menurut pendapat
Freud dua jenis instink ini sesuai dengan dua
proses pada
taraf biologis yang berlangsung dalam setiap
organisme, yaitu
pembentukan dan penghancuran.
2. Psikoanalisa
Sebagai Teknik Evaluasi Kepribadian
Dalam usaha
untuk menilai atau mengevaluasi kepribadian
seseorang,
psikoanalisa menggunakan teknik menganalisa dengan
mengeluarkan
faktor-faktor yang ada dalam alam bawah sadar seseorang.
Yang disebut underlying
faktors. Dalam hal ini psikoanalisa berpendapat
bahwa
pengaturan-pengaturan masa lalu sejak anak dilahirkan mempunyai
pengaruh yang
sangat besar terhadap kepribadian individu tersebut tidak
menyadarinya.
Ciri-ciri
kepribadian (personality traits) pada seseorang selalu
dipengaruhi pengalaman-pengalaman
masa lalunya. Karena itu untuk
mengetahui personality
traits perlu diteliti masa lalu atau sejarah
kehidupan
individu yang bersangkutan. Maka dari itu untuk dapat
mempelajari
sejarah kehidupan seseorang dengan menemukan
pengalaman-pengalaman
dimasa lalu yang berpengaruh pada kepribadian
masa kini. Untuk
mempermudah dalam mempelajari dan menganalisa
kepribadian,
Sigmund Freud secara sistematis membagi tingkat
perkembangan
seseorang didalam beberapa fase. Sedangkan tingkat
perkembangan seseorang
ini erat sekali hubungannya dengan
perkembangan
kehidupan seksual dan karenanya disebut sebagai
psychosexsual
development.
Menurut Sigmund Freud, mendasarkan
pembagiannya
pada perkembangan psikoseksual terdapat fase-fase
tertentu.
Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase
infantile (0,0 – 5,0 th)
Fase ini
dibedakan menjadi tiga yaitu: pertama, Fase oral (0 –1 th).
Fase oral
merupakan fase yang paling awal pada perkembangan
psikoseksual
seseorang karena seorang bayi sejak lahir alat yang
paling penting
memberi kenikmatan dalam hidupnya adalah mulutnya
sendiri. Hal ini
disebabkan karena melalui mulutnya ia dapat
berhubungan
dengan alat tubuh yang dapat memberi kenikmatan yaitu
payudara ibu.
Apabila sumber
kenikmatan yang pokok tidak terpenuhi, maka
bayi akan
mencari kepuasan dengan mengisap jempol atau benda
lainnya. Bayi
akan menelannya apabila yang ada dalam mulut
menyenangkan dan
akan menyemburkan apabila yang ada dalam
mulutnya bila
dia rasakan tidak menyenangkan.
Minat mulut
untuk memenuhi kepuasan ini tidak akan pernah
lenyap walaupun
si anak telah tumbuh menjadi orang dewasa. Menurut
Freud hal ini
dapat dilihat pada banyak orang dewasa yang gemar
menghisap rokok
dan berciuman. Kesulitan yang dialami oleh bayi
pada fase oral
akan megakibatkan energi libidinal terpusat pada fase
ini dan individu
akan kekurangan enerji untuk mengatasi kesulitankesulitan
yang mucul pada
fase-fase berikutnya.
Kedua, Fase anal (1 – 3
th). Fase ini fokus dari energi libidinal
dialihkan dari
mulut kedaerah dubur serta kesenangan atau kepuasan
diperoleh dalam
kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces.
Mulai dari fase
ini, anak akan mendapat pengalaman untuk yang
pertama tentang
pengaturan impuls-impulsnya dari luar. Anak harus
belajar menunda
kenikmatan yang timbul dari defekasi (bebaskan diri).
Sedangkan
pengaruh yang akan diterima anak dalam pembiasaan akan
kebersihan ini
dapat mempunyai pengaruh yang besar pada sifat-sifat
kepribadian anak
dikemudian hari. Apabila sang ibu besikap keras dan
menahan anak
mungkin juga menahan faecesnya. Jika reaksi ini
meluas
kelain-lain hal maka anak dapat mempunyai sikap kurang
bebas, kurang
berani, tertekan dan lain-lain.
Tetapi beda jika
ibu bersikap membimbing dengan penuh kasih
saying dan
memuji apabila anak devekasi maka anak mungkin
memperoleh
pengertian bahwa memproduksi faeces merupakan
aktifitas
penting. Pengertian ini akan menjadi dasar daripada
kreaitifitas dan
produksifitas. Hal yang terpenting pada fase ini
adalah anak
memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian dan
otonomi. Jika
orang tua berbuat terlalu banyak bagi anaknya ini berarti
bahwa si orang
tua mengajari anaknya itu untuk tidak memiliki
kesanggupan
menjalankan fungsi diri. Jadi pada fase anal ini anak
perlu
bereksperimen, berbuat salah atau merasa bahwa mereka tetap
diterima untuk
kesalahannya itu dan menyadari diri sebagai individu
yang terpisah dan
mandiri.
Ketiga, Fase falik
(3-5 th). Pada fase falik ini yang menjadi pusat
perhatian adalah
perkembangan seksual dan rasa agresi serta fungsi,
alat-alat
kelamin. Kenikmatan masturbasi mengalami peningkatan
serta khayalan
yang menyertai aktifitas otoerotik sangat penting.
Anak menjadi
lebih ingin tahu tentang tubuhnya. Mereka berhasrat
untuk
mengeksplorasi tubuh sendiri dan menemukan perbedaanperbedaan
diantara kedua
jenis kelamin.
Fase falik
merupakan periode perkemabangn hati nurani, suatu
masa ketika anak
belajar mengenal standar moral dan bahaya yang
kritis adalah
indoktrinasi standar-standar moral yang kaku dan realistis
dari orang tua
yang bisa mengarah pada pengendalian superego secara
berlebihan
sehingga mematuhi moral tetapi hanya karena takut. Efekefek
lainnya adalah
konflik-konflik yang kuat, perasaan bedosa, penuh
sesal rendahnya
rasa harga diri dan penghukuman diri.
Pada fase falik
ini ada kompleks oedipus dan electra complex.
Kompleks Oedipus
merupakan
keinginan anak laki-laki yang terarah
pada ibunya
sendiri. Sedagkan permusuhan dilontarkan pada ayah
yang dianggap
sebagai saingannya. Electra complex ini kebalikan dari
kompleks Oedipus, jadi electra
complex ini pada anak perempuan.
2. Fase latensi
(5,0 – 12 th).
Fase latensi
disebut juga periode teduh. Suatu periode yang cukup
panjang yang
berlangsung sampai masa pubertas. Sepanjang periode
ini aktifitas
libidinal berkurang dan kita dapat mengamati suatu
deseksualitas
dalam pergaulan dengan orang lain dan dalam hidup
emosional si
anak. Dari sini mulai terbentuk rasa malu dan aspirasiaspirasi
moral serta
estetis. Rupanya perkembangan psikoseksual dari
tahun pertama
sama sekali dilupakan seolah-olah ada aktifitas
seksual. Fase
ini biasanya pada anak usia tujuh, delapan tahun
sampai ia
menginjak remaja.
3. Fase pubertas
(12 – 18 th)
Dalam fase ini
dorongan-dorongan mulai muncul kembali, apabila
dorongan-dorongan
ini dapat ditransfer dan disublimasikan dengan
baik, maka anak
akan sampai pada masa kematangan terakhir, yaitu:
4. Fase genital
Fase ini dimulai
pada masa remaja, dimana segala kepuasan
terpusat pada
alat kelamin. Karakter genital mengiktisarkan tipe ideal
dari kepribadian
yakni terdapat pada orang yang mampu
mengembangkan
retasi seksual yang matang dan bertanggung jawab
serta mampu
memperoleh kepuasan dari percintaan heteroseksual.
Untuk memperoleh
karakter genital ini individu haruslah terbebas dari
ketidakpuasan
dan hambatan pada anak-anak. Pengalaman-pengalamn
traumatik dimasa
anak-anak atau mengalami fiksasi libido maka
penyesuaian
selama fase genital akan sulit.
Secara teoritis
setiap orang harus melewati fase-fase tersebut dalam
perkembangan
psikoseksualnya. Apabila terjadi gangguan pada salah
satu fase maka
akan terjadi ketidakpuasan yang dapat menyebabkan
terjadinya
neurose pada orang tersebut dikemudian hari setelah ia
dewasa. Dengan
demikian maka untuk menilai kepribadian seorang
penderita
neurose dan mecari faktor-faktor penyebab neurose itu perlu
diteliti segala
peristiwa yang pernah terjadi selama tingkat-tingkat
perkembangan
psikoseksual, yang terdiri dari beberapa fase tersebut.
3. Psikoanalisa
Sebagai Teknik Terapi
Psikoanalisa
disamping sebagai teori kepribadian dan teknik
evaluasi
kepribadian, psikoanalisa juga dikenal sebagai terapi yaitu teknik
untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit kejiwaan tertentu. Prinsip yang
dipakai dalam
teknik terapi menurut psikoanalisa adalah mencari dulu
faktor-faktor
yang menyebabkan neurosa itu melalui teknik-teknik
kepribadian.
Apabila sudah diketahui penyebab itu, barulah diusahakan
untuk menghilangkan
faktor-faktor itu dalam rangka menghilangkan
gejala-gejala
penyakit.
Teknik-teknik
perawatan yang dikemukakan Freud sangat berbeda
dengan
teknik-teknik yang diikuti oleh para dokter yang sudah lazim
dalam praktek
pengobatan mereka, dan tentunya merupakan cara yang
revolusioner
pada pereode sebelum-sebelumnya.
Pada awal tahun
1904, Freud menyusun syarat tertentu untuk
menyeleksi
pasien yang cocok untuk psikoanalisis. Dia mengharuskan
pasien tersebut
memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi dan
karakter yang
cukup dapat diandalkan. Dan tidak mau mengambil pasien
psikosis; yaitu pasien
yang menderita schizofrenia atau penderita
melankolia yang
paling parah (sakit depresi). Freud juga mengatakan
bahwa pasien
yang “hampir mendekati atau berada di atas usia lima puluh
tahun” tidak
cocok untuk psikoanalisis karena dua alasan. Pertama, dia
takut bahwa
banyaknya materi yang dialami pasien pada masa hidupnya
telah begitu
menumpuk sehingga perawatannya mungkin akan
berlangsung
secara tidak jelas. Kedua, dia mengatakan “orang lanjut usia
tidak lagi dapat
dididik”, sementara orang dibawah usia remaja “seringkali
sangat mudah
dipengaruhi”. Freud juga mengungkapkan bahwa saran
memainkan
peranan yang lebih besar di dalam psikoanalisis yang biasa
diakuinya.
Freud dalam
melakuakan praktek terapi, pasien diminta untuk
berbaring
tengkurap di atas sebuah dipan, sementara psikoanalisisnya
duduk tidak
kelihatan di belakangnya, dikarenakan tiga alasan: pertama,
karena dengan
demikian dapat mendorong lancarnya alur asosiasi bebas.
Kedua, pengakuan
Freud bahwa dia merasa ciut kalau harus ditatap secara
terus menerus
selama delapan jam atau lebih dalam sehari. Ketiga, Freud
beranggapan akan
lebih menguntungkan apabila si pasien tidak menyadari
perubahan mimik
pada wajah psikoanalisisnya. Ketiga alasan ini
mempunyai
kesahihan tertentu dan hampir semua analisis yang
menggunakan cara
Freud ini tetap menggunakan dipan.
Freud
menganjurkan agar psikoanalis tidak membuat catatan
mengenai pokok
pembicaraan karena hal ini mungkin akan
mengganggunya
dalam mempertahankan sikap “memperhatikan dengan
perhatian yang
sama besar”. Dia juga menolak untuk memutuskan terlalu
awal mana saja
pendapat pasien yang dianggap penting. Freud
menunjukkan
bahwa manfaat dari apa yang didengar analis dalam
pemabahasan
khusus mungkin hanya dapat dibuktikan pada waktu yang
akan datang.
Seorang analis harus mengubah pikiran bawah sadarnya
sendiri seperti
sebuah alat penerima kearah pikiran bawah sadar pasien
yang
dipancarkan. Dia harus meyesuaikan dirinya sendiri dengan pasien
seperti layaknya
pesawat penerima telepon yang disesuaikan dengan
mikropon
pengirimnya.
1. Teknik talking
cure (chimney sweeping)
Teknik talking
cure merupakan teknik yang pertama kali pada saat
Freud melakukan
prakteknya untuk yang pertama kali bersama dokter
Josep Breuer.
Teknik ini dilaksanakan dengan membina hubungan
baik dengan
pasien-pasiennya. Dari hubungan baik tersebut Freud
membiarkan
pasiennya menceritakan semuanya pengalamanpengalaman
yang pernah
dialaminya dari masa lalu. Melalui talking
cure ini semua isi
hati yang membuat si pasien kecewa dapat
tersalurkan
sehingga hati pasien menjadi lega terbebas dari tekananatekanan
isi hati yang
selama ini tidak bisa disalurkan keluar.
Kemudian dari
hubungan baik tersebut akan dapat menimbulkan
“catharsis”
yaitu suatu keadaan dimana pasien dengan bebas sekali
mengemukakan
semua kesukaran-kesukaran yang dialaminya kepada
dokter. Akan
tetapi menurut pengalaman Freud teknik talking cure
kurang tepat karena
dari teknik ini hanya menghasilkan hal-hal yang
terdapat dalam
alam kesdaran. Padahal persoalan yang menyebabkan
gangguan
kejiwaan kebanyakan pada alam ketidaksadaran.
2. Katarsis (hipnosa)
Metode katarsis
ini diperoleh dari dokter Josep Breuer. Metode
hipnosa
merupakan suatu teknik atau metode untuk menjadikan
pasien-pasien
setengah sadar atau berkurang kesadarannya sehingga
lebih mudah
dilihat isi dari alam ketidaksadarnnya. Menurut dr. Breure
berdasarkan
metode katarsis itu telah terbukti adanya perkaitan antara
ingatan-ingatan
yang dilupakan dengan gejala-gejala histories. Sebab
arti
gejala-gejala itu dapat dinyatakan setelah pasien dimasukkan
dalam keadaan
hipnosa. Jadi dalam metode katarsis yang diajarkan
oleh Breure
menurut pasien dihipnosis secara mendalam, karena hanya
dalam keadaan
hipnosa diperoleh sumber-sumber pataganis. Dalam
menghadapi kasus
akut, Bernheim berulang-ulang mengatakan bahwa
sugesti adalah
inti manifestasi hipnotisme dan hipnotis itu sendiri
adalah hasil
dari sugesti atau kondisi yang disugesti. Dalam keadaan
bangun, dia juga
lebih suka menggunakan sugesti yang juga akan
memberi hasil
yang sama.
Freud dalam
menjalankan metode hypnosis dikabarkan telah
sukses menagani
kasus gangguan syaraf, yaitu perilaku irrasional
seseorang yang
berada dalam kesusahan.
Tetapi tidak
lama kemudian Freud merasa kurang puas dengan
metode katarsis
(hipnosa) karena metode ini dirasakan terlalu berat
bagi dokter bersangkutan
dan juga karena hasilnya kurang memuaskan
akibat daya
tahan pasien sering kali tidak dapat dibongkar, malah
dipertebal saja.
Ia juga mengatakan pekerjaan ini mengingatkan pada
metode megis,
sulap dan takhayul. Hanya saja, untuk kepentingan
pasien, dokter
harus melakuakannya. Walaupun sebenarnya tidak
demikian karena
metode hipnosa dapat dijelaskan secara ilmiah.
Sehingga Freud
perlu mengembangan tehniknya sebagai penyempurna
tehnik-teknik
sebelumnya.
3. Metode
asosiasi bebas (free assosiation)
Asosiasi bebas
merupakan teknik utama dalam psikoanalisa.
Analisis meminta
kepada pasien agar membersihkan pikirannya dari
pemikiran dan
renungan sehari-hari dan sebisa mungkin menyatakan
apa saja yang
terlintas dalam pemikirannya betapapun menyakitkan.
Asosiasi bebas
adalah suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman
masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitan dengan
situasi traumatis dari masa lampau. Jadi dalam
metode asosiasi
bebas ini pasien harus meninggalkan setiap sikap kritis
terhadap
fakta-fakta yang disadari dan mengatakan apa saja yang
timbul dalam
pemikirannya. Freud berkeyakinan bahwa hidup psikis
sama sekali
detirminis dalam arti bahwa tidak ada sesuatu pun yang
kebetulan oleh
karena asal pasien jujur maka dokter akan dapat
menyelami
pikiran yang bebas dari pasien.
Dari prakteknya
penyembuhan menggunakan asosiasi bebas ini
belum membuat
Sigmund Freud puas. Hal ini karena masih kurang
banyak isi dari
ketidaksadaran yang dapat dikorek keluar sehingga
penyembuhan pun
kurang meyakinkan.
4. Penafsiran
mimpi
Dari berbagai
usaha yang telah dilakukan akhirnya Freud berfikir
bahwa isi
ketidaksadaran dapat pula timbul dalam mimpi. Mimpi
merupakn suatu
produk psikis dan karena hidup psikis dianggap
sebagai konflik
antara daya-daya psikis maka bisa diterima jika ia
menyatakan mimpi
sebagai perwujudan suatu konflik. Mimpi sebagai
keinginan
taksadar yang muncul dalam kesadaran.
Di dalam mimpi
ada tiga materi yang telah dikemukakan oleh
Freud yaitu; pertama,
telah diketahui bahwa materi-materi tertentu
yang muncul
dalam isi mimpi, yang sesudahnya tidak bisa dikenali di
alam sadar,
adalah bagian dari pengetahuan dan pengalaman
seseorang. Kedua,
sumber materi-materi untuk direproduksi dalam
mimpi yang
diambil adalah dari masa kanak-kanak. Ketiga, keanehan
ingatan dalam
mimpi yang paling luar biasa sekaligus paling sulit
untuk dijelaskan
adalah pada pemilihan materi yang akan diproduksi.
Untuk menafsirkan
mimpi orang harus menelusuri proses
terbentuknya
mimpi dalam jurusan yang berlawanan. Dengan bertolak
dari isi yang
terang, orang harus kemabali ke pikiran-pikiran
tersembuyi yang
telah didistorsi oleh sensus. Setelah terlewati ia akan
dapat memperlihatkan
keinginan yang direpresi. Maka penafsiran
mimpi memainkan
peran besar dalam perawatan psikoanalisis dan
pada banyak
kasus penafsiran mimpi jangka panjang menjadi
instrumen paling
penting dalam perawatan.
Bagi Freud
analisa tentang mimpi membawa banyak keuntungan,
yang pertama,
analisa itu dapat meneguhkan hepotesanya tentang
susunan dan
fungsi hidup psikis. Kedua, melalui hasil studinya tentang
mimpi-mimpi ia
mencapai kerajaan yang besar dibidang pengobatan
neurosa-neurosa,
dimana mimpi tersebut dapat membongkar ingataningatan
dari masa
lampau.
Dari keempat
teknik terapi Freud nampaknya para psikoanalisis
modern jarang
yang taat pada semua nasehat Freud, karena teknik
terapi yang
seharusnya dipraktekkan secara bersamaan dengan
fleksibelitas
akan tetapi Freud melakukan secara terpisah. Namun para
psikoanalisis
modern secara umum, dalam mengelola psikoanalisis dan
bentuk
psikoterapi lainya, masih berpegang pada cara-cara Freud dan
tetap menjadi
salah satu peninggalannya yang paling abadi.
0 komentar :
Posting Komentar