Minggu, 29 November 2015

Sigmun Freud

Biografi Sigmund Freud



Sigmund Freud adalah seorang psikolog yang berasal dari kota Wina,
Austria. Freud dilahirkan dari kandungan seorang ibu yang bernama
Amalia yaitu seorang yang cantik, tegas, masih muda, dau puluh tahun
lebih muda dari suaminya dan merupakan istri ketiga dari ayahnya Jacob
Freud. Freud lahir tepatnya pada tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah
kota kecil yang didominasi penduduk asli Muravia, yang sekarang ini
lebih dikenal dengan sebutan Pribar, Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal
di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80 tahun
Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketiaka Nazi
menaklukkan Austria.
Pada tahun 1860, ketika Freud hampir berusia 4 tahun, kelaurganya
pindah ke Wina (Wina, ibukota Austria) yang kemudian menjadi semacam
magnet bagi kaum imigran. Saat itu adalah masa-masa awal dimulainya
era liberal pada kekaisaran Hapsburg. Kaum Yahudi baru saja terbebas
dari pajak-pajak yang memberatkan serta berbagai pembatasan menghina
seperti tentang hak-hak kepemilikan mereka, pilihan-pilihan karer,
praktek-praktek keagamaan yang dianut. Kemerdekaan ini kemudian
membawa harapan-harapan realistis pada bidang perkembangan taraf
ekonomi, partisipasi politik serta menjadi ukuran baru bagi standar
penerimaan sosial. Saat itu adalah masa dimana (seingat Freud) “Para
murid berdarah Yahudi yang taat, selalu membawa album foto tokohtokoh
Yahudi yang menjadi Menteri kabinet, dalam tas mereka.” Freud

muda terlatih untuk selalu memiliki ambisi-ambisi tinggi. Sebagai anak
pertama dan kesayangan keluarga, dia difasilitasi kamar pribadi oleh orang
taunya. Dia memperlihatkan bakat-bakat yang luar biasa semenjak hari
pertama sekolahnya dan disekolah lanjutan (disebut Gymnasium: sekolah
lanjutan swasta sebelum masuk perguruan tinggi), dia selalu berada di
peringkat pertama dari tahun ke tahun.
Sigmund Freud terlahir dari keluarga berkebangsaan dan beragama
Yahudi. Akan tetapi sosok Freud bukanlah sebagai seorang yang taat pada
agama, ini terbukti karena Freud jarang sekali bahkan tidak pernah
menjalankan apa yang diperintahkan oleh agamanya. Sigmund Freud
meninggalkan segala keyakinan agamanya dikarenakan ia menganggap
bahwa agama itu hanyalah merupakan suatu khayalan belaka. Namun
disisi lain Freud menyadari akan dirinya sebagai seorang yang beragama
Yahudi dimana Freud selalu menghadiri pertemuan-pertemuan B’nai
B’rith yaitu pertemuan masyarakat Yahudi setempat, Freud juga menolak
royalti atas buku-bukunya yang akan diterjemahkan ke dalam bahasa
Yiddish dan Ibrani. Bahkan Sigmund Freud beranggapan bahwa
kebebasan intelektualnya selama ini disebabkan karena keyahudiannya.
Pernyataan ini ditulis sendiri ketika pertama kali ia mengalami
antisemifisme” di Universitas Wina.
Pada tahun 1873, Sigmund Freud masuk kuliah di Universitas Wina
tepatnya di fakultas kedokteran. Sebagai seorang mahasiswa yang sedang
melakukan pendidikan tentang ilmu hayat, Freud selama perempatan akhir
dari abad ke-19, mengalami banyak kesukaran terutama untuk
menghindarkan diri dari pengaruh ilmu fisika. Energi dan dinamika yang
mengalir dalam setiap laboratorium kemudian menyusul kedalam jiwa
setiap sarjana. Meskipun demikian Freud mendapatkan banyak
keuntungan terutama pada saat ia melakukan penelitian di dalam bidang
ilmu hayat. Ia berada di bawah asuhan Ernst Brucke seorang direktur dari

laboratorium physicology di Universitas Wina dan Ernst Brucke
merupakan psikolog terbesar dalam abad ke-19 itu.
Setelah lulus pada tahun 1881, Sigmund Freud sebagai peneliti yang
brilian, dia sagat terlatih untuk melakukan observasi secara mendalam dan
mengkaji kesesuaian pendirian dalam berbagai keragu-raguan ilmiah. Dia
mendapat kehormatan untuk bekerja sama dengan professor-preofesor
bereputasi internasional, yang hampir kesemuanya adalah kaum positivis
dari luar Jerman yang meremehkan pemikiran-pemikiran metafisik dan
penjelasan-penjelasan religiuas tentang fenomena alam. Bahkan, setelah
Freud memodifikasi teori mereka tentang jiwa yang pada intinya hanya
sedikit mengaburkan teori-teori fisiologi, dia tetap mengingat para guruguru
besar itu dengan rasa terima kasih yang tidak dibuat-buat. Satu dari
mereka yang paling dia kenang, Ernst Brunke, seorang fisiolog terkenal
dan pemberi tugas-tugas sulit, bahkan menegaskan Freud sebagai seorang
pembangkang, kafir.
Sigmund Freud lebih senang mengisi kehidupannya dengan penelitian,
karena dari penelitian ia mendapatkan kepuasaan tersebut. Pada tahun
1882, atas saran brucke, dengan enggan Freud meninggalkan kursi
kerjanya di laboratorium dan berpindah tugas dirumah sakit umum Wina.
Alasannya cukup romantis: di bulan April dia berjumpa dengan Martha
Bernays, seorang perempuan muda yang cantik, lembut dan bertubuh
langsing dari Jerman bagian utara, ketika dia sedang mengunjungi salah
satu saudarinya. Kemudian Freud sangat tergila-gila dengan perempuan
ini. Secar diam-diam mereka bertunangan, namun saat itu dia merasa
masih terlalu miskin untuk membentuk sebuah keluarga borjuis yang
terhormat (yang mereka anggap penting). Mendekati September 1886,
sekitar 5 bulan setelah peresmian praktiknya di Wina, dengan tambahan
dana dari hadiah-hadiah dan pinjaman dana dari teman-teman yang kaya,
akhirnya mereka dapat menikah. Dalam sembilan tahun mereka

mempunyai enam keturunan. Anaknya yang bungsu, Anna, tumbuh
menjadi orang kepercayaan sekaligus sekretaris, perawat, murid dan wakil
dari ayahnya, kemudian berkarir sebagai psikoanalis yang ulung di
bidangnya.
Sebelum menikah, antara Oktober 1885 hingga Februari 1886, Freud
bekerja di Paris bersama seorang neurolog kenamaan prancis, jean martin
sharcot, yang membuat Freud terkesan atas pembelaannya yang berani
dalam mempertahankan pemikirannya tentang hipnotis sebagai salah satu
instrumen bagi penyembuhan berbagai gangguan medis. Serta tidak
kurang beraninya adalah tesisnya (walaupun sebenarnya agak kuno),
bahwa tidak lelaki tidak kalah rentan dibanding kaum perempuan untuk
menderita histeria. Charcat, sang peneliti tiada tanding ini, boleh dibilang
sebagai pendorong pertumbuhan minat Freud pada aspek-aspek teoritis
dan terapiutis dari penyembuhan ganguan mental. Sekitar tahun 1890-an
(sebagaimana diceritakan kepada seorang temannya), ilmu psikologi telah
menjadi raja dalam dirinya. Selama tahun-tahun tersebut, ia berupaya
keras membentuk teori psikoanalisis tentang pikiran.
Freud sebegai tokoh produktif dan giat bekerja, hal itu terbukti karena
dia meskipun telah lanjut usia dan sakit-sakitan, dia tetap bekerja sebagai
seorang dokter dan penulis. Dia meninggal pada 23 September 1939 di
London setelah menelan beberapa dosis morfin yang mematikan yang
diminta dari dokternya. Freud tidak percaya pada keabadian manusia,
namun karyanya terus hidup hingga kini.

Teori Psikoanalisa Sigmund Freud

Saya tidak tahu sudah sejauh mana pengetahuan pembaca tentang teori
psikonalisa Sigmund Freud, baik lewat membaca atau dari mendengarkan
pembicaraan orang lain. Tetapi sesuai dengan tema sub bab ini saya
menganggap masih perlu mengungkapnya sebagai panduan untuk
memudahkan pemahamnan pada bahasan selanjutnya.
Freud sebagai pemikir besar abad ke-20 yang turut menentukan cara
bagaimana kita memandang dunia dan diri kita sendiri. Penemuan yang
mengakibatkan nama Freud menjadi mashur adalah psikoanalisa. Sebagai
pendiri psikoanalisa, walaupun psikoanalisa ini berasal dari campur tangan
ide-ide Josep Breuer namun istilah ini diciptakan oleh Freud sendiri dan
muncul untuk pertama kali pada tahun 1896. Di sini Freud tidak memberikan
suatu batasan dalam arti yang sebenarnya. Secara agak umum boleh dikatakan
bahwa psikonalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia pada
abad 20-an, dimana ketidaksadaran memainkan peranan sentral. Pandangan ini
mempunyai relevansi praktis, karena dapat digunakan dalam mengobati
pasien-pasien yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Teori psikoanalisa
lahir dari praktek dan tidak dari sebaliknya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama istilah psikoanalisa walaupun
diciptakan Frued sendiri namun bukanlah murni hasil dari penemuannya
sendiri, akan tetapi berkat jasa dr. Josep Breuer sewaktu Sigmund Freud masih
menjadi mahasiswa dan sibuk dengan persiapan ujian (1880 – 1882). Metode
katarsis dr. Breuer merupakan fase permulaan bagi psikoanalisa. Sigmund
Freud tidak hanya belajar dan mempraktekkan metode hipnosa (katarsis)
untuk menangani kasus-kasus hysteria tetapi lebih dari itu ia juga sempat
mengadakan kerjasama dengan Breuer dalam menangani sejumlah kasus
hysteria. Dari hasil kerja sama tersebut kemudian dibuat buku “Studien Uber
Hysteria” (1895).
Tidak lama kemudian setelah buku tersebut diterbitkan, Sigmund
Freud memisahkan diri serta meninggalkan metode yang dipakai oleh Breuer
karena ia merasa tidak puas dengan prosedur dan hasil yang dicapainya.
Setelah meninggalkan metode hipnosa (katarsis), ia mencoba menggunakan
metode sugesti yang dipelajari dari dr. Bernheim pada tahun 1889. Ternyata
hasilnya masih belum memuaskan Sigmund Freud sehingga pada akhirnya ia
mengembangkan metodenya sendiri yaitu asosiasi bebas. Sejak Sigmund
Freud menempuh jalan sendiri, mengembangakan gagasan serta metode terapi
sendiri sesungguhnya ia tengah berada dalam usaha membangun landasan
bagi ajaran psikoanalisanya. Jadi dapat dikatakan bahwa metode asosiasi
bebas itu merupkan tongkak yang menandai dimulainya psikoanalisa.
Secara skematis Sigmund Freud mengambarkan jiwa sebagai Gunung
Es dimana bagian yang muncul di permukaan air merupakan bagian terkecil
yaitu puncak dari Gunung Es itu yang dalam hal kejiwaan adalah bagian
kesadaran (conciousnes), agak di bawah permukaan adalah bagian pra
kesadaran (sub conciousness) dan bagian terbesar terletak di dasar air yang
dalam hal kejiwaan merupakan alam ketidaksadaran (unconciousness).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan mausia dikuasai oleh alam
ketidaksadaran dan berbagai kelainan tingkat laku dapat disebabkan karena
faktor-faktor yang terpendam dalam alam ketidaksadaran.
Maka dari itu untuk mempelajari seseorang kita harus menganalisa
jiwa orang tersebut sampai kita dapat melihat keadaan dalam alam
ketidaksadarannya, yang selama ini tertutup oleh alam sadar. Sehubungan
dengan eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan teori-teori yang
dikemukakannya, maka dalam psikoanalisa dikenal adanya tiga aspek yaitu
psikoanalisa sebagai teori kepribadian, psikoanalisa sebagai teknik evaluasi
kepribadian dan psikoanalisa sebagai teknik terapi (penyembuhan).

1. Psikoanalisa Sebagai Teori Kepribadian
a. Struktur kepribadian
Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek
yaitu: id (aspek biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek
sosiologis).
Untuk mempelajari dan memahami sistem kepribadian
manusia, Freud berusaha mengembangkan model kepribadian yang
saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan antara satu dengan
yang lainnya. Konflik dasar ketiga sistem kepribadian tersebut dapat
menciptakan energi psikis individu dan memiliki sistem kerja, sifat
serta fungsi yang berbeda. Meskipun demikian antara satu dengan
yang lainnya merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam
mempengaruhi perilaku manusia.
Id merupakan lapisan psikis yang paling dasariah, kawasan
eros dan thanos berkuasa. Dalam id terdapat naluri-naluri bawaan
biologis (seksual dan agresif, tidak ada pertimbangan akal atau etika
dan yang menjadi pertimbangan kesenangan) serta keinginankeinginan
yang direpresi. Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi
yang baru dilahirkan terdiri dari id saja. Jadi id sebagai bawaan waktu
lahir merupakan bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih
lanjut.
Sedangkan naluri id merupakan prinsip kehidupan yang asli
atau pertama, yang oleh Freud dinamakan prinsip kesenangan, yang
tujuannya adalah untuk membebaskan seseorang dari ketegangan atau
mengurangi jumlah ketegangan sehinga menjadi lebih sedikit dan
untuk menekannya sehingga sedapat mungkin menjadi tetap.
Ketegangan dirasakan sebagai penderitaan atau kegerahan sedangkan
pertolongan dari ketegangan dirasakan sebagai kesenangan.
Id tidak diperintahkan oleh hukum akal atau logika dan tidak
memiliki nilai etika ataupun akhlak. Id hanya didorong oleh satu
pertimbangan yaitu mencapai kepuasan bagi keinginan nalurinya,
sesuai dengan prinsip kesenangan.
Menurut Freud ada dua cara yang dilakukan oleh id dalam
memenuhi kebutuhannya untuk meredakan ketegangan yang timbul
yaitu melalui reflek seperti berkedip dan melalui proses primer seperti
membayangkan makanan pada saat lapar. Sudah pasti dengan
membayangkan saja kebutuhan kita tidak akan terpenuhi melainkan
hanya membantu meredekan ketegangan dalam diri kita. Agar tidak
terjadi konflek maka dari itu diperlukan sistem lain yang dapat
merealisasikan imajinasi itu menjadi kenyataan sistem tersebut adalah
ego.
Ego adalah sistem kepribadian yang didominasi kesadaran
yang terbentuk sebagai pengaruh individu kepada dunia obyek dari
kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan pada prinsip
kenyataan berarti apa yang ada. Jadi ego terbentuk pada struktur
kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun
proses yang dimiliki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya
menawarkan dengan kebutuhan atau mengurangi ketegangan.
Ego merupakan pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol
dan memerintahkan id dan superego serta memelihara hubungan
dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian yang
keperluannya luas. Jika ego melakukan faal pelaksanaannya dengan
bijaksana akan terdapat keharmonisan dan keselarasan. Kalau ego
mengarah atau menyerahkan kekususannya terlalu banyak kepada id,
kepada superego ataupun kepada dunia luar akan terjadi kejanggalan
dan kesadarannya pun tidak teratur.
Selain itu ego juga merupakan hasil dari tindakan saling
mempengaruhi lingkungan garis perkembangan idividu yang
ditetapkan oleh keturunan dan dibimbing oleh proses-proses
pertumbuhan yang wajar. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki
potensi pembawaan untuk berpikir dan menggunakan akalnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwaa kebanyakaan ego bekerja di bidang
kesadaran, terkadang juga pada alam ketidaksadaran dan melindungi
individu dari gangguan kecemasan yang disebabkan oleh tuntutan id
dan superego.
Superego merupakan sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai
moral bersifat evaluatif (memberikanbatasan baik dan buruk). Menurut
Freud superego merupakan internalisasi idividu tentang nilai
masyarakat, karena pada bagian ini terdapat nilai moral yang
memberiakan batasan baik dan buruk.  Dengan kata lain superego
dianggap pula sebagai moral kepribadian. Adapun fungsi pokok dari
superego jika dilihat dari hubungan dengan ketiga aspek kepribadian
adalah merintangi impuls-impuls ego terutama impuls-impuls seksual
dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat dan
mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada
yang realistis serta mengejar kesempurnaan yang diserap individu dari
lingkungannya.
Sedangkan dalam superego yang bersifat ideal, Freud
membaginya kedalam dua kumpulan yaitu suara hati (cansience) dan
ego ideal. Kata hati didapat melalui hukuman oleh orang tua,
sedangkan ego ideal dipelajari melalui penggunaan penghargaan.
Superego dapat obyektif dan lingkungan proses rohaniah yang
lebih tinggi maka superego dapat dianggap sebagai hasil sosialisasi
dengan adat tradisi kebudayaan. Superego dalam peranannya sebagai
penguasa dari dalam dirinya kemudian mengambil tindakan serangan
terhadap ego. Setiap kali ego mengandung pikiran untuk memusuhi
atau membrontak terhadap seorang yang berkuasa di luar. Oleh karena
itu ego merupakan agen dari penghidupan superego dengan jalan
berusaha untuk menghancurkan ego mempunyai tujuan yang sama
dengan keinginan mati yang semula dalam id. Itulah sebabnya maka
superego dikatakan menjadi agen dari naluri-naluri kematian.
b. Dinamika kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan
positivisme abad XIX dan menganggap organisme manusia sebagai
suatu kompleks sistem energi, yang memperoleh energinya dari
makanan serta mempergunakannya untuk bermacam-macam hal:
sirkulasi, pernafasan, gerakan otot-otot, mengamati, mengingat,
berpikir dan sebagainya. Sebagaimana ahli-ahli ilmu alam abad XIX
yang mendefinisikan energi berdasarkan lapangan kerjanya, maka
Freud menamakan energi dalam psike ini “energi psikis”. Menurut
hukum “penyimpangan tenaga” maka energi dapat berpindah dari satu
tempat ketempat lain, tetapi tidak dapat hilang. Berdasarkan pemikiran
itu Freud berpendapat, bahwa energi psikis dapat dipindahkan keenergi
pisioligis dan sebalikya. Jembatan antara energi tubuh dengan
kepribadian ialah id dengan instink-instingnya.
Salah satu msalah yang bayak dibicarakan oleh para ahli ialah
jumlah dan macam-macamnya instink. Untuk menyebutkan beberapa
macam saja misalnya James mengemukakan 32 macam instink, Mc
Dougall mengemukakan 14 dan kemudian 18 macam instink,
Thorndike mengemukakan 40 macam atau lebih, Angel
mengemukakan 16 macam. Freud tidak berusaha memberikan jumlah
serta macam-macamnya instink itu sebab dia beranggapan bahwa
keadaan tubuh tempat bergantungnya instink itu tidak cukup dikenal.
Mengenal keadaan tubuh bukanlah tugas ahli psikologi, melainkan
tugas ahli fisiologi. Walaupun demikian menerima bahwa bermacammacam
instink itu dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Instink-instink hidup
Instink kehidupan baik yang berupa kecondongan untuk
mempertahankan ego, libido narsissistis maupun libido berobyek.
Bertujuan untuk pengikatan, artinya mengadakan kesatuan yang
semakin erat dan karena itu semakin mantap untuk mempertahan
hidup.
2. Instink-instink mati
Instink kematian bertujuan untuk mengahancurkan dan
menceraikan apa yang sudah bersatu, karena tujuan terakhir setiap
mahluk hidup ialah mau tidak mau meninggal dunia. Maka dari itu
dapat dikatakan bahwa baik instink-instink kehidupan maupun
instink-instink kematian bersifat konsevatif, dalam arti bahwa
kedua-duanya berusaha untuk mempertahankan suatu keadaan
yang lebih dahulu. Instink kehidupan berusaha untuk
mempertahankan kehidupan yang sudah ada, sedangkan instink
kematian berusaha untuk mempertahankan keadaan inorganik.
Menurut pendapat Freud dua jenis instink ini sesuai dengan dua
proses pada taraf biologis yang berlangsung dalam setiap
organisme, yaitu pembentukan dan penghancuran.

2. Psikoanalisa Sebagai Teknik Evaluasi Kepribadian
Dalam usaha untuk menilai atau mengevaluasi kepribadian
seseorang, psikoanalisa menggunakan teknik menganalisa dengan
mengeluarkan faktor-faktor yang ada dalam alam bawah sadar seseorang.
Yang disebut underlying faktors. Dalam hal ini psikoanalisa berpendapat
bahwa pengaturan-pengaturan masa lalu sejak anak dilahirkan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian individu tersebut tidak
menyadarinya.
Ciri-ciri kepribadian (personality traits) pada seseorang selalu
dipengaruhi pengalaman-pengalaman masa lalunya. Karena itu untuk
mengetahui personality traits perlu diteliti masa lalu atau sejarah
kehidupan individu yang bersangkutan. Maka dari itu untuk dapat
mempelajari sejarah kehidupan seseorang dengan menemukan
pengalaman-pengalaman dimasa lalu yang berpengaruh pada kepribadian
masa kini. Untuk mempermudah dalam mempelajari dan menganalisa
kepribadian, Sigmund Freud secara sistematis membagi tingkat
perkembangan seseorang didalam beberapa fase. Sedangkan tingkat
perkembangan seseorang ini erat sekali hubungannya dengan
perkembangan kehidupan seksual dan karenanya disebut sebagai
psychosexsual development. Menurut Sigmund Freud, mendasarkan
pembagiannya pada perkembangan psikoseksual terdapat fase-fase
tertentu. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fase infantile (0,0 – 5,0 th)
Fase ini dibedakan menjadi tiga yaitu: pertama, Fase oral (0 –1 th).
Fase oral merupakan fase yang paling awal pada perkembangan
psikoseksual seseorang karena seorang bayi sejak lahir alat yang
paling penting memberi kenikmatan dalam hidupnya adalah mulutnya
sendiri. Hal ini disebabkan karena melalui mulutnya ia dapat
berhubungan dengan alat tubuh yang dapat memberi kenikmatan yaitu
payudara ibu.
Apabila sumber kenikmatan yang pokok tidak terpenuhi, maka
bayi akan mencari kepuasan dengan mengisap jempol atau benda
lainnya. Bayi akan menelannya apabila yang ada dalam mulut
menyenangkan dan akan menyemburkan apabila yang ada dalam
mulutnya bila dia rasakan tidak menyenangkan.
Minat mulut untuk memenuhi kepuasan ini tidak akan pernah
lenyap walaupun si anak telah tumbuh menjadi orang dewasa. Menurut
Freud hal ini dapat dilihat pada banyak orang dewasa yang gemar
menghisap rokok dan berciuman. Kesulitan yang dialami oleh bayi
pada fase oral akan megakibatkan energi libidinal terpusat pada fase
ini dan individu akan kekurangan enerji untuk mengatasi kesulitankesulitan
yang mucul pada fase-fase berikutnya.
Kedua, Fase anal (1 – 3 th). Fase ini fokus dari energi libidinal
dialihkan dari mulut kedaerah dubur serta kesenangan atau kepuasan
diperoleh dalam kaitannya dengan tindakan mempermainkan atau
menahan faeces.
Mulai dari fase ini, anak akan mendapat pengalaman untuk yang
pertama tentang pengaturan impuls-impulsnya dari luar. Anak harus
belajar menunda kenikmatan yang timbul dari defekasi (bebaskan diri).
Sedangkan pengaruh yang akan diterima anak dalam pembiasaan akan
kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang besar pada sifat-sifat
kepribadian anak dikemudian hari. Apabila sang ibu besikap keras dan
menahan anak mungkin juga menahan faecesnya. Jika reaksi ini
meluas kelain-lain hal maka anak dapat mempunyai sikap kurang
bebas, kurang berani, tertekan dan lain-lain.
Tetapi beda jika ibu bersikap membimbing dengan penuh kasih
saying dan memuji apabila anak devekasi maka anak mungkin
memperoleh pengertian bahwa memproduksi faeces merupakan
aktifitas penting. Pengertian ini akan menjadi dasar daripada
kreaitifitas dan produksifitas. Hal yang terpenting pada fase ini
adalah anak memperoleh rasa memiliki kekuatan, kemandirian dan
otonomi. Jika orang tua berbuat terlalu banyak bagi anaknya ini berarti
bahwa si orang tua mengajari anaknya itu untuk tidak memiliki
kesanggupan menjalankan fungsi diri. Jadi pada fase anal ini anak
perlu bereksperimen, berbuat salah atau merasa bahwa mereka tetap
diterima untuk kesalahannya itu dan menyadari diri sebagai individu
yang terpisah dan mandiri.
Ketiga, Fase falik (3-5 th). Pada fase falik ini yang menjadi pusat
perhatian adalah perkembangan seksual dan rasa agresi serta fungsi,
alat-alat kelamin. Kenikmatan masturbasi mengalami peningkatan
serta khayalan yang menyertai aktifitas otoerotik sangat penting.
Anak menjadi lebih ingin tahu tentang tubuhnya. Mereka berhasrat
untuk mengeksplorasi tubuh sendiri dan menemukan perbedaanperbedaan
diantara kedua jenis kelamin.
Fase falik merupakan periode perkemabangn hati nurani, suatu
masa ketika anak belajar mengenal standar moral dan bahaya yang
kritis adalah indoktrinasi standar-standar moral yang kaku dan realistis
dari orang tua yang bisa mengarah pada pengendalian superego secara
berlebihan sehingga mematuhi moral tetapi hanya karena takut. Efekefek
lainnya adalah konflik-konflik yang kuat, perasaan bedosa, penuh
sesal rendahnya rasa harga diri dan penghukuman diri.
Pada fase falik ini ada kompleks oedipus dan electra complex.
Kompleks Oedipus merupakan keinginan anak laki-laki yang terarah
pada ibunya sendiri. Sedagkan permusuhan dilontarkan pada ayah
yang dianggap sebagai saingannya. Electra complex ini kebalikan dari
kompleks Oedipus, jadi electra complex ini pada anak perempuan.
2. Fase latensi (5,0 – 12 th).
Fase latensi disebut juga periode teduh. Suatu periode yang cukup
panjang yang berlangsung sampai masa pubertas. Sepanjang periode
ini aktifitas libidinal berkurang dan kita dapat mengamati suatu
deseksualitas dalam pergaulan dengan orang lain dan dalam hidup
emosional si anak. Dari sini mulai terbentuk rasa malu dan aspirasiaspirasi
moral serta estetis. Rupanya perkembangan psikoseksual dari
tahun pertama sama sekali dilupakan seolah-olah ada aktifitas
seksual. Fase ini biasanya pada anak usia tujuh, delapan tahun
sampai ia menginjak remaja.
3. Fase pubertas (12 – 18 th)
Dalam fase ini dorongan-dorongan mulai muncul kembali, apabila
dorongan-dorongan ini dapat ditransfer dan disublimasikan dengan
baik, maka anak akan sampai pada masa kematangan terakhir,  yaitu:
4. Fase genital
Fase ini dimulai pada masa remaja, dimana segala kepuasan
terpusat pada alat kelamin. Karakter genital mengiktisarkan tipe ideal
dari kepribadian yakni terdapat pada orang yang mampu
mengembangkan retasi seksual yang matang dan bertanggung jawab
serta mampu memperoleh kepuasan dari percintaan heteroseksual.
Untuk memperoleh karakter genital ini individu haruslah terbebas dari
ketidakpuasan dan hambatan pada anak-anak. Pengalaman-pengalamn
traumatik dimasa anak-anak atau mengalami fiksasi libido maka
penyesuaian selama fase genital akan sulit.
Secara teoritis setiap orang harus melewati fase-fase tersebut dalam
perkembangan psikoseksualnya. Apabila terjadi gangguan pada salah
satu fase maka akan terjadi ketidakpuasan yang dapat menyebabkan
terjadinya neurose pada orang tersebut dikemudian hari setelah ia
dewasa. Dengan demikian maka untuk menilai kepribadian seorang
penderita neurose dan mecari faktor-faktor penyebab neurose itu perlu
diteliti segala peristiwa yang pernah terjadi selama tingkat-tingkat
perkembangan psikoseksual, yang terdiri dari beberapa fase tersebut.

3. Psikoanalisa Sebagai Teknik Terapi
Psikoanalisa disamping sebagai teori kepribadian dan teknik
evaluasi kepribadian, psikoanalisa juga dikenal sebagai terapi yaitu teknik
untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kejiwaan tertentu. Prinsip yang
dipakai dalam teknik terapi menurut psikoanalisa adalah mencari dulu
faktor-faktor yang menyebabkan neurosa itu melalui teknik-teknik
kepribadian. Apabila sudah diketahui penyebab itu, barulah diusahakan
untuk menghilangkan faktor-faktor itu dalam rangka menghilangkan
gejala-gejala penyakit.
Teknik-teknik perawatan yang dikemukakan Freud sangat berbeda
dengan teknik-teknik yang diikuti oleh para dokter yang sudah lazim
dalam praktek pengobatan mereka, dan tentunya merupakan cara yang
revolusioner pada pereode sebelum-sebelumnya.
Pada awal tahun 1904, Freud menyusun syarat tertentu untuk
menyeleksi pasien yang cocok untuk psikoanalisis. Dia mengharuskan
pasien tersebut memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi dan
karakter yang cukup dapat diandalkan. Dan tidak mau mengambil pasien
psikosis; yaitu pasien yang menderita schizofrenia atau penderita
melankolia yang paling parah (sakit depresi). Freud juga mengatakan
bahwa pasien yang “hampir mendekati atau berada di atas usia lima puluh
tahun” tidak cocok untuk psikoanalisis karena dua alasan. Pertama, dia
takut bahwa banyaknya materi yang dialami pasien pada masa hidupnya
telah begitu menumpuk sehingga perawatannya mungkin akan
berlangsung secara tidak jelas. Kedua, dia mengatakan “orang lanjut usia
tidak lagi dapat dididik”, sementara orang dibawah usia remaja “seringkali
sangat mudah dipengaruhi”. Freud juga mengungkapkan bahwa saran
memainkan peranan yang lebih besar di dalam psikoanalisis yang biasa
diakuinya.
Freud dalam melakuakan praktek terapi, pasien diminta untuk
berbaring tengkurap di atas sebuah dipan, sementara psikoanalisisnya
duduk tidak kelihatan di belakangnya, dikarenakan tiga alasan: pertama,
karena dengan demikian dapat mendorong lancarnya alur asosiasi bebas.
Kedua, pengakuan Freud bahwa dia merasa ciut kalau harus ditatap secara
terus menerus selama delapan jam atau lebih dalam sehari. Ketiga, Freud
beranggapan akan lebih menguntungkan apabila si pasien tidak menyadari
perubahan mimik pada wajah psikoanalisisnya. Ketiga alasan ini
mempunyai kesahihan tertentu dan hampir semua analisis yang
menggunakan cara Freud ini tetap menggunakan dipan.
Freud menganjurkan agar psikoanalis tidak membuat catatan
mengenai pokok pembicaraan karena hal ini mungkin akan
mengganggunya dalam mempertahankan sikap “memperhatikan dengan
perhatian yang sama besar”. Dia juga menolak untuk memutuskan terlalu
awal mana saja pendapat pasien yang dianggap penting. Freud
menunjukkan bahwa manfaat dari apa yang didengar analis dalam

pemabahasan khusus mungkin hanya dapat dibuktikan pada waktu yang
akan datang. Seorang analis harus mengubah pikiran bawah sadarnya
sendiri seperti sebuah alat penerima kearah pikiran bawah sadar pasien
yang dipancarkan. Dia harus meyesuaikan dirinya sendiri dengan pasien
seperti layaknya pesawat penerima telepon yang disesuaikan dengan
mikropon pengirimnya.
1. Teknik talking cure (chimney sweeping)
Teknik talking cure merupakan teknik yang pertama kali pada saat
Freud melakukan prakteknya untuk yang pertama kali bersama dokter
Josep Breuer. Teknik ini dilaksanakan dengan membina hubungan
baik dengan pasien-pasiennya. Dari hubungan baik tersebut Freud
membiarkan pasiennya menceritakan semuanya pengalamanpengalaman
yang pernah dialaminya dari masa lalu. Melalui talking
cure ini semua isi hati yang membuat si pasien kecewa dapat
tersalurkan sehingga hati pasien menjadi lega terbebas dari tekananatekanan
isi hati yang selama ini tidak bisa disalurkan keluar.
Kemudian dari hubungan baik tersebut akan dapat menimbulkan
catharsis” yaitu suatu keadaan dimana pasien dengan bebas sekali
mengemukakan semua kesukaran-kesukaran yang dialaminya kepada
dokter. Akan tetapi menurut pengalaman Freud teknik talking cure
kurang tepat karena dari teknik ini hanya menghasilkan hal-hal yang
terdapat dalam alam kesdaran. Padahal persoalan yang menyebabkan
gangguan kejiwaan kebanyakan pada alam ketidaksadaran.
2. Katarsis (hipnosa)
Metode katarsis ini diperoleh dari dokter Josep Breuer. Metode
hipnosa merupakan suatu teknik atau metode untuk menjadikan
pasien-pasien setengah sadar atau berkurang kesadarannya sehingga
lebih mudah dilihat isi dari alam ketidaksadarnnya. Menurut dr. Breure
berdasarkan metode katarsis itu telah terbukti adanya perkaitan antara
ingatan-ingatan yang dilupakan dengan gejala-gejala histories. Sebab
arti gejala-gejala itu dapat dinyatakan setelah pasien dimasukkan
dalam keadaan hipnosa. Jadi dalam metode katarsis yang diajarkan
oleh Breure menurut pasien dihipnosis secara mendalam, karena hanya
dalam keadaan hipnosa diperoleh sumber-sumber pataganis. Dalam
menghadapi kasus akut, Bernheim berulang-ulang mengatakan bahwa
sugesti adalah inti manifestasi hipnotisme dan hipnotis itu sendiri
adalah hasil dari sugesti atau kondisi yang disugesti. Dalam keadaan
bangun, dia juga lebih suka menggunakan sugesti yang juga akan
memberi hasil yang sama.
Freud dalam menjalankan metode hypnosis dikabarkan telah
sukses menagani kasus gangguan syaraf, yaitu perilaku irrasional
seseorang yang berada dalam kesusahan.
Tetapi tidak lama kemudian Freud merasa kurang puas dengan
metode katarsis (hipnosa) karena metode ini dirasakan terlalu berat
bagi dokter bersangkutan dan juga karena hasilnya kurang memuaskan
akibat daya tahan pasien sering kali tidak dapat dibongkar, malah
dipertebal saja. Ia juga mengatakan pekerjaan ini mengingatkan pada
metode megis, sulap dan takhayul. Hanya saja, untuk kepentingan
pasien, dokter harus melakuakannya. Walaupun sebenarnya tidak
demikian karena metode hipnosa dapat dijelaskan secara ilmiah.
Sehingga Freud perlu mengembangan tehniknya sebagai penyempurna
tehnik-teknik sebelumnya.
3. Metode asosiasi bebas (free assosiation)
Asosiasi bebas merupakan teknik utama dalam psikoanalisa.
Analisis meminta kepada pasien agar membersihkan pikirannya dari
pemikiran dan renungan sehari-hari dan sebisa mungkin menyatakan
apa saja yang terlintas dalam pemikirannya betapapun menyakitkan.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali
pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang
berkaitan dengan situasi traumatis dari masa lampau. Jadi dalam
metode asosiasi bebas ini pasien harus meninggalkan setiap sikap kritis
terhadap fakta-fakta yang disadari dan mengatakan apa saja yang
timbul dalam pemikirannya. Freud berkeyakinan bahwa hidup psikis
sama sekali detirminis dalam arti bahwa tidak ada sesuatu pun yang
kebetulan oleh karena asal pasien jujur maka dokter akan dapat
menyelami pikiran yang bebas dari pasien.
Dari prakteknya penyembuhan menggunakan asosiasi bebas ini
belum membuat Sigmund Freud puas. Hal ini karena masih kurang
banyak isi dari ketidaksadaran yang dapat dikorek keluar sehingga
penyembuhan pun kurang meyakinkan.
4. Penafsiran mimpi
Dari berbagai usaha yang telah dilakukan akhirnya Freud berfikir
bahwa isi ketidaksadaran dapat pula timbul dalam mimpi. Mimpi
merupakn suatu produk psikis dan karena hidup psikis dianggap
sebagai konflik antara daya-daya psikis maka bisa diterima jika ia
menyatakan mimpi sebagai perwujudan suatu konflik. Mimpi sebagai
keinginan taksadar yang muncul dalam kesadaran.
Di dalam mimpi ada tiga materi yang telah dikemukakan oleh
Freud yaitu; pertama, telah diketahui bahwa materi-materi tertentu
yang muncul dalam isi mimpi, yang sesudahnya tidak bisa dikenali di
alam sadar, adalah bagian dari pengetahuan dan pengalaman
seseorang. Kedua, sumber materi-materi untuk direproduksi dalam
mimpi yang diambil adalah dari masa kanak-kanak. Ketiga, keanehan
ingatan dalam mimpi yang paling luar biasa sekaligus paling sulit
untuk dijelaskan adalah pada pemilihan materi yang akan diproduksi.
Untuk menafsirkan mimpi orang harus menelusuri proses
terbentuknya mimpi dalam jurusan yang berlawanan. Dengan bertolak
dari isi yang terang, orang harus kemabali ke pikiran-pikiran
tersembuyi yang telah didistorsi oleh sensus. Setelah terlewati ia akan
dapat memperlihatkan keinginan yang direpresi. Maka penafsiran
mimpi memainkan peran besar dalam perawatan psikoanalisis dan
pada banyak kasus penafsiran mimpi jangka panjang menjadi
instrumen paling penting dalam perawatan.
Bagi Freud analisa tentang mimpi membawa banyak keuntungan,
yang pertama, analisa itu dapat meneguhkan hepotesanya tentang
susunan dan fungsi hidup psikis. Kedua, melalui hasil studinya tentang
mimpi-mimpi ia mencapai kerajaan yang besar dibidang pengobatan
neurosa-neurosa, dimana mimpi tersebut dapat membongkar ingataningatan
dari masa lampau.
Dari keempat teknik terapi Freud nampaknya para psikoanalisis
modern jarang yang taat pada semua nasehat Freud, karena teknik
terapi yang seharusnya dipraktekkan secara bersamaan dengan
fleksibelitas akan tetapi Freud melakukan secara terpisah. Namun para
psikoanalisis modern secara umum, dalam mengelola psikoanalisis dan
bentuk psikoterapi lainya, masih berpegang pada cara-cara Freud dan
tetap menjadi salah satu peninggalannya yang paling abadi.

0 komentar :

Posting Komentar

Twitter FanBase


Get this widget!